Aborsi Hasil Hubungan Seksual Antara Anggota Keluarga, Legal-kah?

Dear Agan-aganwati,

Di antara agan-aganwati pasti ada yang pernah denger berita seorang ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, atau ada pula berita paman yang mencabuli keponakannya.

Hubungan seksual antara sesama anggota keluarga ini sering disebut sebagai incest. Akibat dari hubungan badan ini berujung pada kehamilan si wanita yang disetubuhi. Gak jarang cara yang ditempuh untuk menutupi aib keluarga adalah dengan menggugurkan bayi yang dikandung, atau yang umum disebut sebagai aborsi


Lalu bagaimana sih pengaturan aborsi itu sendiri di Indonesia? Apakah alasan incest dikecualikan oleh undang-undang untuk bisa dilakukannya aborsi tersebut?

Kita simak penjelasannya di bawah ini yuk!

Quote:Legalitas Aborsi Kehamilan Akibat incest

Quote:Pertanyaan:
Bolehkah melakukan aborsi terhadap kehamilan akibat incest? Apakah pelakunya dapat dipertanggungjawabkan?


Quote:Jawaban:
Quote:Berdasarkan Kamus Kesehatan, incest adalah aktivitas seksual antara anggota keluarga yang sama. Hubungan incest mungkin bersifat tidak sukarela dan mengarah pada masalah emosional dan psikologis yang sama seperti pada pelecehan seksual anak.

Quote:Dalam hal ini, kami berasumsi bahwa incest ini dilakukan bukan atas dasar suka sama suka melainkan incest karena perkosaan. Asumsi ini kami ambil karena berdasarkan pemberitaan, contohnya Tindak Pidana Incest Masih Menonjol dan Masih Banyak Kendala dalam Penanganan Kasus Incest, istilah incest lebih sering digunakan untuk menyebut kekerasan seksual yang terjadi kepada anak di bawah umur dan balita. Di mana pelakunya rata-rata adalah orang dekat korban, bahkan punya hubungan darah seperti ayah kandung (incest).

Terkait aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan incest, Pasal 75 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”), mengatur bahwa pada dasarnya aborsi dilarang, akan tetapi terdapat pengecualian, yang mana salah satunya adalah jika kehamilan tersebut akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.


Spoilerfor Pasal 75 UU Kesehatan:
Pasal 75 UU Kesehatan:
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Quote:Jadi, kehamilan akibat perkosaan, baik itu incest atau bukan, dapat dilakukan aborsi setelah melalui konseling pra-tindakan dan pasca tindakan aborsi. Lebih lanjut mengenai aborsi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal.

Berdasarkan uraian di atas, jika aborsi tersebut dilakukan atas kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis, maka pelaku aborsi tidak dapat dituntut pidana. Akan tetapi jika aborsi tersebut bukan termasuk ke dalam pengecualian dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, maka pelaku aborsi dapat dituntut pidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 194 UU Kesehatan:

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”


Selain dalam UU Kesehatan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga mengatur mengenai sanksi pidana bagi pelaku aborsi, yaitu dalam Pasal 299, Pasal 346, Pasal 347 ayat (1), Pasal 348 ayat (1), dan Pasal 349 KUHP:

Spoilerfor Pasal 299 KUHP:
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.


Spoilerfor Pasal 346 KUHP:
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.


Spoilerfor Pasal 347 ayat (1) KUHP:
Pasal 347 ayat (1)
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.


Spoilerfor Pasal 348 KUHP:
Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.


Spoilerfor Pasal 349 KUHP:
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.


Lebih lanjut mengenai pidana terkait aborsi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal.

Sebagai referensi Anda juga dapat membaca beberapa artikel berikut:
1. Pelaku Persetubuhan Karena Suka Sama Suka, Bisakah Dituntut?;
2. Masih Banyak Kendala dalam Penanganan Kasus Incest
3. Tindak Pidana Incest Masih Menonjol.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Quote:Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Penjawab:
Letezia Tobing

Sumber:
Legalitas Aborsi Kehamilan Akibat Incest


Gimana gan setelah baca tulisan di atas? Pada intinya jika aborsi dilakukan atas kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis, maka pelaku aborsi tidak dapat dituntut pidana. Tapi kalo aborsi tersebut bukan termasuk ke dalam pengecualian itu, dia bisa dipidana sebagaimana yang dijelaskan tadi.

Agan-aganwati punya pandangan tersendiri mengenai hal ini? Ditunggu komentarnya di sini yaa

Spoilerfor Disclaimer:
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.


TJA

SOURCE: www.kaskus.co.id

0 komeng:

Posting Komentar