Naik Haji, Gaji Dipotong, Boleh Ga Sih?

Agan-aganwati,

Saat ini, kalender Islam telah sampai pada bulan Djulhijjah. Di bulan ini, umat muslim seluruh dunia punya dua kegiatan ibadah yang penting yaitu berkurban dan naik haji. Dua kegiatan ibadah ini punya karakteristik yang berbeda. Dari segi waktu, misalnya, pelaksanaan kurban lebih singkat ketimbang naik haji.

Agan-aganwati, khususnya yang muslim, tentu paham bahwa pelaksanaan ibadah haji itu tidak bisa 1-2 hari kelar. Mengingat jarak Indonesia dan Arab Saudi plus beberapa kegiatan dalam Rukun Haji, setidaknya dibutuhkan sebulan untuk melaksanakan kegiatan ibadah haji. Nah, soal jangka waktu ini tentunya, kecuali pengangguran, harus disiasati supaya tidak berbenturan dengan kegiatan rutin seperti pekerjaan.

Makanya, aturan perusahaan harus diperhatikan supaya tidak muncul masalah. Misalnya soal cuti, berapa hari yang diperbolehkan perusahaan bagi karyawan yang naik haji. Lalu, apakah karyawan yang naik haji akan menerima konsekuensi tertentu terkait gaji serta hak-hak keuangan lainnya.

Sekali lagi, agan-aganwati harus paham aturan-aturan yang berlaku, mulai dari aturan perusahaan sampai level undang-undang terkait. Contoh kasus berikut ini mungkin bisa dijadikan pelajaran.

Quote:Pertanyaan:
Seorang rekan kerja saya pada tahun ini berkesempatan menunaikan ibadah haji. Namun ketika beliau pulang, beliau mendapati bahwa gaji yang dia terima dipotong jumlah hari yang dia habiskan selama menjalankan ibadah haji. Apakah ini dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan kita? Mohon jawaban disertai dengan bukti tertulis perundang-undangan yang berlaku saat ini. Terima kasih, Wassalaam.


Quote:Jawaban:
Ibadah haji, menurut pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya.

Dalam hal pekerja/buruh yang beragama Islam melaksanakan ibadah haji, maka pekerja/buruh yang bersangkutan tetap berhak menerima upah. Dasar hukumnya adalah pasal 93 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”). Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pengusaha tetap wajib membayarkan upah kepada pekerja/buruh ketika pekerja/buruh tersebut tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

Lebih lanjut, dalam pasal 6 ayat (4) PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (“PP 8/1981”) dijelaskan bahwa kewajiban membayarkan upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukanasalkan tidak melebihi tiga bulan.

Dalam penjelasan pasal 6 ayat (4) PP 8/1981 tersebut dijelaskan bahwa dengan mengingat keuangan perusahaan, maka dalam hal buruh menjalankan ibadah tersebut lebih dari satu kali, pengusaha tidak wajib membayar upahnya.

Jadi, berdasarkan hal-hal di atas pengusaha tetap wajib membayarkan upah selama pekerja/buruhnya – dalam hal ini rekan Anda -- melaksanakan ibadah haji untuk pertama kali. Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta (lihat pasal 186 ayat [1] UU 13/2003).

Tapi, dalam hal ibadah haji yang dilaksanakan rekan Anda tersebut bukan yang pertama kali (artinya ibadah haji tersebut bukan lagi ibadah wajib), maka pengusaha tidak wajib membayar upah pekerja/buruh bersangkutan. Dalam hal ini, perusahaan dapat mengambil kebijakan terhadap rekan Anda sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Dasar hukum:

  1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
  3. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah


Penjawab: Amrie Hakim

Sumber: Naik Haji Gaji Dipotong, Pantaskah?


Jadi begitu gan, perusahaan atau bos gak bisa seenaknya main potong gaji terkait pelaksanaan ibadah haji. Aturannya sudah jelas, upah buruh tetap harus dilindungi, apalagi untuk urusan ibadah.

Gimana, apa agan-aganwati punya pengalaman yang mirip? monggo di-share!

Spoilerfor disclaimer:
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.


[RZK]

0 komeng:

Posting Komentar