[HT] Es Dawet Masuk Daftar Ikon Kuliner Tradisional Indonesia



Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sedang melakukan pendataan Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (IKTI), untuk mengenalkan kekayaan kuliner nasional ke kancah internasional. Tahap pertama, 30 makanan tradisional dirilis sebagai IKTI.

Tiga puluh menu makanan tradisional yang ditetapkan itu mengusung menu utama sebagai lokomotifnya adalah tumpeng.

Seperti disampaikan Agustien, Kasubbid Asisten Kuliner di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI di Kampus Akademi Pariwisata (AKPAR) Medan, Kamis (2/5/2013) kepada wartawan.

Pengumpulan potensi wisata kuliner tradisional di Indonesaia baru saja dilaksanakan. Tujuannya untuk menjaga dan melestarikan kekayaan yang ada. Tidak semudah yang dibayangkan, banyak makanan tradisional yang tidak bisa disertakan dalam daftar tersebut. Sebab, harus memenuhi kriteria dasar seperti dikenal dan telah dikelola banyak pihak, bisa diterima seluruh bangsa, dan bahan dan komposisinya bisa ditemukan dengan mudah.

"Kita menginginkan, kuliner yang kita tawarkan ke dunia, bisa diterima semua kalangan, bahkan bangsa," ujar Agustien didampingi ahli kuliner Indonesia Bondan Winarno, Direktur Akpar Medan Kosmas Harefa, dan Pembantu Direktur IV Akpar Medan Drs BM Tondang SH MAp.

Pengumuman daftar IKTI baru pertama kali dilakukan dan Medan menjadi tempat pelaksanaan sosialisasinya.

Tiga puluh menu kuliner yang ditetapkan pada tahap pertama ini, belum ada yang mewakili Sumatera Utara. Masih kuliner yang mewakili Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan.

Menu kuliner tradisional Indonesia yang akan dicatatkan tersebut adalah, Ayam Panggang Bumbu Rujak Jogjakarta, Gado-Gado Jakarta, Nasi Goreng Kampung, Serabi Bandung, Srikayo Minangkabau, Es Dawet Ayu Banjarnegara, Urap Sayuran Jogjakarta, Sayuran Nangka Kapau, Lumpia Semarang, Nagasari Jogjakarta, Kue Lumpur Jakarta, Soto Ayam Lamongan, Rawon Surabaya, Asinan Jakarta, Sate Ayam Madura, Sate Maranggi Purwakarta, Klappertaart Manado, Tahu Telur Surabaya, Sate Lilit Bali, Rendang Padang, Nasi Tumpeng, Orak-Arik Buncis Solo, Pindang Patin Palembang, nasi Liwet Solo, Es Bir Pletok Jakarta, Kolak Pisang Ubi Bandung, Ayam Goreng Lengkuas bandung, Laksa Bogor, Kunyit Asam Solo, dan Asam Pedeh Tongkol Padang. (afr/tribun-medan.com)


Quote:

hmmm...segerrrrr!!...
ada yg mau kasih cendol ga?..


Spoilerfor ising2 google nemu kek gini:
Quote:



Quote:



resep es cendo / dawet

Quote:Resep Es Cendol

Bahan-bahan
50 gram tepung sagu
100 gram tepung beras
100 ml air suji
200 ml air
100 gram nangka matang, potong dadu 1 cm
200 ml santan kental matang
2 lembar daun pandan, simpulkan
½ sdt garam
150 gram gula merah sisir
100 ml air
500 gram es serut
Cara membuat
Campur tepung beras, tepung sagu, air suji, dan air menjadi satu. Masak sambil diaduk-aduk hingga jadi bubur yang kental.
Siapkan baskom ukuran sedang isi dengan air dingin, saring adonan bubur tepung dengan saringan cendol. Biarkan jatuh ke dalam baskom dan membeku membentuk cendol.
Rebus santan, garam, dan daun pandan hingga mendidih angkat.
Rebus gula merah dengan 100 ml air hingga larut dan mengental. Angkat.
Penyajian: Letakkan dan susun larutan gula, cendol, nangka, santan dan es serut. Sajikan segera.
Salah satu tips dalam menyajikan resep es cendol adalah mencampurkan setiap bagian cendol, santan, gula merah, dan es batu yang dihancurkan sesaat sebelum dihidangkan sesaat sebelum disajikan agar tampilan tetap cantik. Dengan membuat es cendol sendiri di rumah anda bisa yakin dengan kebersihan dan keamanan bahan bakunya. Semoga resep es cendol ini bisa menjadi panduan bagi anda. Selamat mencoba, jangan lupa meninggalkan komentar.

cendol



All about Cendol
Spoilerfor cendol:
Quote:Cendol (pron.: /'t??nd?l/) is a traditional dessert originating from Southeast Asia which is popular in Indonesia,[1] Malaysia,[2] Myanmar (where it is known as mont let saung or ??????????????), Singapore, Vietnam, and Thailand.

Etymology

There is popular belief in Indonesia that the name "cendol" is related to and originated from the word jendol; in Javanese, Sundanese and Indonesian, it means "bump" or "bulge", in reference the sensation of drinking the green worm-like jelly. In Vietnam, it is called "bánh l?t," or fall cake. Bánh l?t is a common ingredient in a Vietnamese dessert called chè, or more commonly chè ba màu. In Thailand it is called lot chong (Thai: ???????) which can be translated as "gone through a hole", indicating the way it is made by pressing the warm dough through a sieve in to a container with cold water.[3]

Ingredients
The dessert's basic ingredients are coconut milk, jelly noodles made from rice flour with green food coloring (usually derived from the pandan leaf), shaved ice and palm sugar. Other ingredients such as red beans, glutinous rice, grass jelly, creamed corn, might also be included.[4]
In Sunda, Indonesia, cendol is a dark-green pulpy dish of rice (or sago) flour worms with coconut milk and syrup of areca sugar. It used to be served without ice. In Javanese, cendol refers to the green jelly-like part of the beverage, while the combination of cendol, palm sugar and coconut milk is called dawet. The most famous variant of Javanese es dawet is from Banjarnegara, Central Java.
The affluence of Singapore, as well as Western influence, has given rise to different variations of cendol, such as cendol with vanilla ice-cream or topped with durian.[5]

Selling
Roadside cendol vendor in Jakarta
Cendol has become a quintessential part of cuisine in Southeast Asia and is often sold by vendors at roadsides, hawker centres and food courts.[6] Cendol vendors are almost ubiquitous in Indonesian cities, especially Jakarta, Bandung, and Yogyakarta. Originally cendol or dawet in Java was served without ice, however after the introduction of refrigeration technology, the cold cendol with shaved ice (es serut) was available and widely popular. It is possible that each country developed its own recipes once ice became readily available. This explains why it is most popular in Malayan port cities such as Malacca, Penang and Kuala Lumpur where British refrigerated ships' technology would provide the required ice.
In Indonesia and Malaysia, cendol is commonly sold on the roadside by vendors. It is even dessert fare in Singapore, found in dessert stalls, food centres, coffee shops and food courts.[6]

SOURCE: www.kaskus.co.id

0 komeng:

Posting Komentar