Merekonstruksi Meteor Jatuh di Jakarta
Kediaman pak Soedarmodjo seluas 6 x 13 meter persegi di Jl. Delima, Gang 2 No.31 Kelurahan Malakasari Jakarta Timur itu mendadak ngetop pasca 30 April 2010 pukul 16:00 WIB.
Kala itu sebuah ledakan keras menggelegar, merusak rumah tersebut dan dua lainnya di sebelahnya yang segera membikin gempar Duren Sawit. Polisi yang segera datang tak menemukan residu bahan peledak ataupun jejak - jejak ledakan gas yang belakangan menghantui Jakarta. LAPAN dan BMKG yang segera datang ke lokasi menduga ledakan kemungkinan ditimbulkan oleh tumbukan benda langit, yakni meteorit, ke rumah tersebut yang jejaknya antara lain ditemukan sebagai bulatan hangus di dinding belakang yang nyaris runtuh dan adanya serbuk hitam mirip pasir.
Gimana hal itu bisa terjadi?
Bagaimana proses terjadinya?
Trit ane akan mencoba merekonstruksi kejadian tersebut
Silakan dinikmati
==Meteorit==
Quote:Sebenarnya cukup sulit mengonstruksi ulang lintasan meteorit yang memiliki titik tumbuk (impact point) di sebuah bangunan, mengingat kejadian ini amat sangat jarang terjadi dan jejak - jejak tumbukannya umumnya ikut hancur bersamaan dengan hancurnya bangunan.
Quote:
Kediaman Bp. Soedarmodjo di Malakasari, Jakarta Timur, yang rusak berat setelah kejadian 30 April 2010 pukul 16:15 WIB. (Sumber : Prof. Thomas Djamaluddin, 2010)[/B]
Alhamdulillah ternyata pada kejadian Duren Sawit, jejak meteorit masih bisa dilacak meski bangunan relatif rusak parah. Selain dalam bentuk bulatan hangus di dinding dan pasir hitam di lantai tepat di bawah dinding, juga terdapat bekas - bekas panas (kertas mengkerut, plastik menggelombang dll) dan ada lubang di atap rumah pak Agus (di belakang rumah pak Soedarmodjo) yang kemungkinan dibentuk ketika meteorit memantul setelah menghantam dinding dan adanya pasir hitam bertekstur bulat di lantai persis di bawah atap yang bolong. Sehingga Prof. Thomas Djamaluddin, astrofisikawan LAPAN, menyimpulkan (untuk sementara) bahwa kejadian Duren Sawit memang disebabkan oleh hantaman meteorit.
Quote:
Gumpalan-gumpalan kehitaman yang diduga merupakan pecahan meteorit Duren Sawit, ditampung di dalam plastik bersama debris lainnya sebelum dikirim ke Puslabfor Polri. (Sumber : Detikcom, 2010).
meteorit Duren Sawit memiliki diameter 30 - 40 cm, yang datang dari arah barat daya atau dari sekitar azimuth 225°. Kuantitas ini penting artinya ketika kita berusaha merekonstruksi dinamika dan asal mula meteorit Duren Sawit. Sebagai catatan, rekonstruksi ini adalah rekonstruksi jarak jauh, hanya berdasarkan laporan-laporan yang disajikan berbagai media massa ditopang pengetahuan terkini tentang dinamika meteor.
Pada dasarnya ada dua jenis meteor, yakni yang berasal dari sisa komet (cometary) dan dari pecahan asteroid (asteroidal). Meski kuantitas cometary jauh lebih banyak (mencapai 80 % dari seluruh meteor yang teramati), namun hanya asteroidal yang berpotensi menyisakan diri sebagai meteorit setelah menembus atmosfer sehingga bisa menumbuk permukaan Bumi. Maka tak ada keraguan bahwa meteorit Duren Sawit merupakan asteroidal.
Meteorit hancur menjadi butir-butir pasir bertekstur bundar, yang mengesankan sebagai kondrul (chondrule) atau butiran. Dari dua faktor tersebut, meteorit Duren Sawit terkesan sebagai meteorit kondritik, yakni jenis meteor paling primitif (purba) karena diduga terbentuk pada awal mula tata surya, ketika awan gas yang sedang berpilin mulai mengalami kondensasi membentuk nodul-nodul.
Bila Matahari dan planet merupakan gumpalan nodul-nodul yang terus saling bergabung dengan sesamanya dan tumbuh membesar hingga akhirnya mulai mengalami reaksi fusi nuklir maupun diferensiasi kimiawi di intinya, evolusi semacam itu tidak dialami gumpalan nodul yang berukuran kecil dan kebetulan tidak bergabung dalam proses pembentukan Matahari/planet. Sehingga mereka ibarat "fosil" masa purba tata surya. Itulah meteorit kondritik, yang diklasifikasikan dalam dua kelompok: karbon kondritik dan ordiner kondritik. Meteorit karbon kondritik memiliki densitas hanya 2 gram/cc, terlalu kecil dibandingkan densitas dinding tembok, sehingga meteorit Duren Sawit lebih mendekati jenis meteorit ordiner kondritik yang tersusun oleh mineral olivin-bronzit atau olivin-hipersten yang juga merupakan mineral penyusun batuan beku. Meteorit ordiner kondritik memiliki densitas 4 g/cc sehingga dengan diameter 40 cm, massanya adalah 134 kg.
Dengan demikian meteorit Duren Sawit tergolong meteorit ringan menurut klasifikasi American Meteor Society, karena massa-nya < 7 ton. Meteorit ringan memiliki sifat khas seperti kecepatan tumbuk relatif kecil (dalam rentang 90 - 180 m/detik), dinamikanya sangat dipengaruhi atmosfer Bumi dan kecepatan tumbuknya sepenuhnya dikontrol oleh gravitasi Bumi tanpa ada kontribusi kecepatan awalnya di angkasa. Ini berbeda dibandingkan sifat meteorit berat (massa > 900 ton) yang sulit dihambat atmosfer Bumi sehingga kecepatan tumbuknya masih 70 % dari kecepatan awalnya di angkasa. Menggunakan hubungan dari Alan Hildebrand (Hildebrand, 1997), kecepatan tumbuk meteorit Duren Sawit diperhitungkan mencapai 102 m/detik atau 367 km/jam, sama cepatnya dengan kecepatan jelajah pesawat terbang berbaling-baling. Dengan demikian bisa diperhitungkan energi kinetik akibat tumbukan meteorit Duren Sawit mencapai 0,7 MegaJoule atau setara dengan ledakan 200 gram bahan peledak TNT (trinitrotoluena) atau dinamit. Inilah yang membentuk panas dan menaikkan suhu ruang setempat, yang kini tersisa jejaknya di plastik dan kertas. Namun tidak terbakarnya kertas menunjukkan pemanasan akibat tumbukan meteorit tidak melebihi 170° Celcius.
==Proses ==
Quote:Panas yang ditimbulkan dalam kejadian Duren Sawit sepenuhnya diproduksi dari proses tumbukan itu sendiri dan bukan berasal dari panas sisa pemanasan atmosfer Bumi terhadap meteorit yang bersangkutan. Seperti layaknya meteorit asteroidal, meteorit Duren Sawit kemungkinan besar memiliki kecepatan awal 20 km/detik. Namun ketika memasuki atmosfer, lapisan-lapisan udara yang kian memadat seiring dengan menurunnya ketinggian membuat kecepatan meteorit terus menurun akibat kian besarnya gaya gesek dengan molekul-molekul udara sehingga terjadilah proses ablasi yang membuat permukaan meteorit berpijar karena panas hasil gesekan. Namun proses ablasi juga merupakan menghilangkan panas hasil gesekan secara sangat efektif. Sehingga ketika meteorit mencapai titik tumbuknya, suhunya hanya sedikit di atas suhu rata - rata permukaan Bumi.
Quote:
Perkiraan lintasan meteorit Duren Sawit. Meteorit sudah nampak sebagai meteor besar (fireball) saat melintasi titik F di Samudra Hindia, di dekat mulut Teluk Pelabuhan Ratu. Proses Ablasi berhenti di titik D sehingga meteorit mulai menjalani fase darkflight sampai tiba di titik tumbuk (impact point).
<<LANJUT BAWAH GAN>>
0 komeng:
Posting Komentar